Pers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutamaorang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia. Pers inibertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan.Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan MedanPriyayi yang sejak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers Nasional.
Sedangkan surat kabar pertama sebagai untuk kaum pribumi dimulai pada 1854 ketikamajalah Bianglala diterbtikan, disusul oleh Bromartani pada 1885, kedua di Weltevreden,dan pada tahun 1856 terbit Soerat Kabar bahasa Melajoe di Surabaya.
Sejarah jurnalistik pers pada abad 20, ditandai dengan munculnya surat kabar pertamamilik bangsa Indonesia, namanya Medan Prijaji, terbit di Bandung. Surat kabar iniditerbitkan dengan modal dari bangsa Indonesia untuk Indonesia. Medan Prijaji yangdimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisuryo alias Raden Mas Djikomono ini pada mulanya,1907, terbentuk mingguan. Baru tiga minggu kemudian, 1910 berubah menjadi harian.Tirto Hadisurjo inilah yang dianggap sebagai pelopor yang meletakan dasar-dasar jurnalistik modern di Indonesia, baik dalam cara pemberitaan maupun dalam cara pembuatan karangan dan ikatan
Setelah proklamasi kemerdekaan, 1945, pers Indonesia menikmati masa bulan madu.Di Jakarat dan di berbagai kota, bermunculan surat kabar baru, pada masa ini, persnasional bias disebut meujukan jatidirinya sebagai pers perjuangan. Orientasi metekahanya bagaiaman mengamankan dan mengisi kekosongan kemerdekaan. Lain tidak. Bagi pers saat itu, tidak ada tugas yang mulia kecuali mengibarkan merah peutih setinggi-tingginya.
A.Tahun 1945 – 1950-an
Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers
Indonesiamenjadisalah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan
bangsa Indonesia. Beberapa harisetelah teks proklamasi dibacakan
Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat, termasuk pers. Hal yang
diperebutkanterutama adalahperalatan percetakan.
Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang
ditandaioleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita
Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta
Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia.
B.Tahun 1950 – 1960-an
Pers pada masa ini lebih banyak memerankan diri sebagai
corong atau terompet partai- partai politik besar. Era inilah yang
disebut era pers partisan. Dalam era ini pers Indonesia terjebak dalam pole
sekterian. Secara filosofispers tidak lagi mengabdikepada kebenaran untuk
rakyat, melainkan kepada kemenanganuntuk pejabat partai.Sejak Dekrit
Presiden 1 Juli 1959, pers nasional memasukimasa gelap gulita,
setiap perusahaan penerbitan pers diwajibkan memiliki surat izin terbit
(SIT). Lebih parahlagi, setiap surat kabar diwajibkan menginduk (berafiliasi)
pada organisasi politik atauorganisasi massa.Masa ini merupakan masa
pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal.Pada masa
demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam
rangkamemperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada
masa itu merupakan alat propaganda dari Par-Pol. Beberapa
partai politik memiliki media/koran sebagaicorong partainya. Pada
masa itu, persdikenal sebagai pers partisipan.
C.Tahun 1970-an
Orde baru mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu,
pers mengalamidepolitisasi dan komersialisasi pers. Pada
tahun1973, Pemerintah Orde Barumengeluarkan peraturan yang
memaksa penggabungan partai-partai politik menjaditiga partai, yaitu
Golkar, PDI, dan PPP. Peraturan tersebut menghentikan
hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap
pers sehingga pers tidak lagimendapat dana dari partai politik.
D.Tahun 1980-an
Pada tahun 1982, Departemen Penerangan
mengeluarkan Peraturan MenteriPenerangan No. 1 Tahun 1984
tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).Dengan adanya SIUPP,
sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut olehDepartemen
Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu,
perssangat mudah ditutupdandibekukan kegiatannya.
Pers yang mengkritikpembangunan dianggap sebagai pers yang
berani melawan pemerintah. Pers sepertiini dapatditutup dengan cara
dicabut SIUPP-nya.
E.Tahun 1990-an
Pada tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai melakukan repolitisasi lagi.
Maksudnya, pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan
jatuhnya Soeharto, pers diIndonesia mulai menentang
pemerinahdengan memuat artikel-artikel yang kritisterhadap
tokoh dankebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada
tigamajalahmingguan yang ditutup, yaitu Tempo, DeTIK, dan Editor.
F.MasaReformasi (1998/1999) – sekarang
Seperti biasa, setiap kali suatu rezim tumbang, disitulah pers
menikmati masa bulanmadu. Kelahiran orde reformasi sejak pukul 12.00 siang,
kamis 21 Mei 1998 setelahSuharto menyerahkan jabatan presiden kepada
wakilnya B.J. Habibie, disambutdengan suka cita. Terjadilah euphoria di
mana-mana. Kebebasan jurnalistik berubahsecar drastis menjadi
kemerdekaan jurnalistik, Departemen Penerangan
sebagaimalaikat pencabut nyawa pers, dengan serta merta dibubarkan.Dalam
era reformasi, kemerdekaan pers benar benar dijamin dan
senantiasadiperjuangkan untuk diwujudkan. Pada masa ini terbentuk UU
Nomor 40 Tahun 1999tentang Pers. Era reformasi ditandai dengan
terbukanya keran kebebasan informasi.Di dunia pers, kebebasan itu
ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPPSebelum tahun 1998,
proses untuk memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapidengan
instalasi Kabinet BJ. Habibie proses tersebut melibatkan 3 tahap saja.Semua
komponen bangsa memilki komitmen yang sama: pers harus
hidup danmerdeka. Hidup menurut kaidah manajamen dan
perusahaan sebagai lembaga ekonomi.Merdeka menurut kaidah
demokrasi, hak asasi manusia, dan tentu sajasupemasi hukum.